Minggu, 04 Februari 2018

Go Home !!!



Sudah lama rasanya tidak menulis atau sekadar mampir di ruang ini. Semoga cinta kasihNya senantiasa memenuhi setiap langkah dalam perjalanan kita. Hari ini entah kenapa tiba-tiba teringat salah satu pengalaman waktu masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Mungkin ini kali ya yang dinamakan dendam. Dendam ??? Yah. Dendam. Dulu diri ini kerap kali merasa kesal ketika moment peringatan agustusan, ketika guru mata pelajaran Pendidikan Kwarganegaraan (PKN) atau Bahasa Indonesia gemar sekali memberi tugas untuk wawancara dengan perangkat desa atau ketua karang taruna terkait kegiatan yang dilakukan dalam menyambut bulan kemerdekaan bangsa ini. Bagaimana tidak kesal bin jengkel kalau hampir setiap tahun acara yang diadakan hanya berkutat pada “orkes dangdut”. Bukan bermaksud justifikasi pada genre musik ini, hanya saja kerap berujung dengan tawuran.
Untuk bisa tetap mengerjakan tugas maka yang ada adalah mengarang bebas tentang kegiatan desa ynag notabene adalah tidak pernah ada. Just in my dream. Sejak saat itu diri ini berjanji bahwa suatu saat nanti bahwa harus turut berkontribusi dalam pembangunan desa. Generasi setelah ini tidak boleh ada yang mengalami apa yang saya alami. Cukup diri ini yang mengalami ini semua, membohongi guru agar nilai rapor tidak ada yang ada dibawah standart.
Perjalanan selanjutnya adalah mencari sebanyak-banyakya ilmu dan pengalaman dari berbagai tempat serta orang-orang yang ada di sekitar. Mencari serta membangun link yang kita tidak akan pernah tahu dapat atau berguna bagi kita. Kalau toh memang pada akhirnya tidak ada manfaatnya, pun masih ada manfaat yang mendasar adalah menambah teman, saudara, bahkan jodoh :P. Bukankah seribu teman masih akan sangat kurang, sementara itu musuh satu saja sudah membuat tidak aman. Masa-masa mencari dan membangun link menjadi cerita tersendiri dalam hidup ini. Banyak hal yang bisa didapatkan. Mulai hal yang lucu, menyedihkan, menyeramkan, bahkan tidak jarang membuat otak keriting.
Sewajarnya perjalanan, dengan cepat atau lambat pasti akan sampai pada tujuan yang kita kehendaki. Begitu pula perjalanan yang harus diri ini lalui. Ternyata Tuhan sudah memberikan instruksi bahwa perjalanan sudah sampai. Bertemu dengan orang-orang hebat yang sungguh menantang diri ini untuk bisa berkontribusi seperti mereka. Tuhan mempertemukan kami dalam wadah bernama Kader Pemberdayaan Masyarakat. Bang Udin yang ahli design, Ning Lakha yang meski baru dalam dunia pendidikan tapi metode mengajarnya perlu dijadikan percontohan, Evi yang sungguh feminism dan sosok tritagonis, Kakak Is si Ratu Kemah, Mas Asror sosok yang sangat religius diantara kami, Mas Lutfi yang selalu stay cool, duo kocak Ifa dan Devi, serta aku yang paling cerewet. Kami menjadi kombinasi tersendiri, ibarat warna dalam pelangi yang saling melengkapi. Semakin berbeda semakin menantang kami untuk bisa dan selalu siap bergandeng tangan untuk desa kami.
Perjalanan kami memang masih sebentar, bahkan jika dibanding dengan umur jagung, mungkin kami hanya setengahnya saja. Namun kami senantiasa menciptakan ruang-ruang untuk kencan sebagai wadah mengevaluasi perjalanan kami dengan harapan membawa perubahan baik bagi desa kami. Kami, atau lebih khususnya diri ini semula tidak paham sama sekali dengan segala hal yang berhubungan dengan desa. Ini menjadi modal untuk menumbuhkan semangat diri dalam mempelajari apa saja yang menjadi potensi, tantangan, maupun hambatan bagi pembangunan fisik maupun non fisik di desa. Jika memang suatu saat nanti kita harus terpisah setidaknya kita pernah ada dan bersama. Lebih dalam lagi mimpi diri untuk berkontribusi pada desa telah terwujud. At least, Big thanks for You God, you gave permitted for me to Go Home.


#PadepokanWonosalamLestari
#NovitaNovelis04022018

Senin, 23 Januari 2017

Ruang Sunyi (Aku, Kamu, Kita, Psikologi, & Sekber)



Agent of changes. Kata yang sangat familiar bagi mereka yang menyandang status mahasiswa. Terlebih bagi mereka, mahasiswa pada era 90-an. Di masa-masa itu ketika seseorang menyandang gelar mahasiswa, akan menjadi kebanggan tersendiri. Bagaimana tidak, kala itu mahasiswa tidak hanya memaknai kuliah sebagai tempat menuntut ilmu formal saja. Jauh dari itu pendidikan yang lebih real justru mereka terima dari berbagai organisasi ataupun kegiatan-kegiatan, forum-forum kemahasiswaan yang mereka ikuti menjadi sarana mewujudkan agent of changes. Dari berbagai hal yang mereka ikuti itulah tidak sedikit mahasiswa yang justru bisa mengaktualisasi diri mereka. Mereka akan membentuk kelompok-kelompok antar kelas, angkatan, jurusan, bahkan lintas perguruan tinggi yang memiliki visi misi senada dengan mereka. Bahkan, jika dirunut kebelakang rezim Soeharto pun bisa roboh oleh mereka, para mahasiswa.
Ok, abaikan saja rangkaian kalimat diatas, karena pada dasarnya bukan itu yang ingin saya ungkapkan. Kenyataan yang paling mendekati dengan dunia mahasiswa saat ini adalah  kupu-kupu alias kuliah pulang kuliah pulang, gadget yang sebenarnya dicipta untuk membuat seseorang yang memilikinya menjadi lebih banyak mencipta karya, bukan sebaliknya menjadi diperdaya oleh apa yang mereka sebut dengan gadget itu sendiri. Lebih miris lagi, bahwa dunia mahasiswa hanya terisi dengan gaya hidup hedonis, berfoya-foya, atau selfie disetiap saat dengan dalih sarana aktualisasi diri.
 Sementara sarana aktualisasi diri yang sebenarnya melalui ruang-ruang diskusi, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) menjadi tempat yang krisis akan peminat. Atau mungkin benar apa yang dikatakan oleh adik angkatan saya, “agaknya hanya aku yang tidak waras, yang mau ikut organisasi”. Mungkin perlu sejenak kita menyempatkan diri untuk sekadar melongok pada Sekretariat Bersama (Sekber) kita, maka yang terlihat oleh mata ini adalah dia lagi, orang itu lagi, mereka lagi hingga muncul kesan mereka adalah orang yang eksklusif, lux, pilih-pilih dalam berteman. Jauh dari hal itu semua, ketika kita mau sejenak saja memberikan perhatian kita pada apa yang ada dalam sekber tersebut, akan ada banyak hal yang kita temukan. Dalam hal yang paling sederhana kita akan mengenal mahasiswa Psikologi dari berbagai angkatan. Tahapan selanjutnya kita akan menemukan banyak karakter yang berbeda satu sama lain. Otoriter, lemah lembut, kasar, sabar, pengertian, gigih, kuat, serta masih banyak lagi yang lain. Kemudian kita akan menemukan kentalnya aroma persaudaraan diantara mereka, pekatnya cinta mereka pada fakultas, mereka rela bergiliran menjaga sekber yang sudah menjadi rumah kedua mereka tatkala hujan lebat datang, mungkin sekilas terlihat “sok pahlawan”, namun jauh yang ada dalam ingatan mereka adalah bahwa “ini rumah kita” yang jika bukan kita yang merawat dan menjaga, lantas siapa yang mau?
 Fase terakhir yang akan kita lihat adalah banyaknya hal yang akan kita pelajari, yang sungguh sangat diperlukan dalam mengaktulisasikan diri kita. Belajar berorganisasi, belajar memimpin, dipimpin, berkomunikasi, tehnik lobi, berjejaring, mempelajari rumitnya tata cara administrasi, berargumen menyampaikan pendapat, menerima saran dan kritik, serta puluhan juta informasi dan ilmu yang selalu hadir ditengah-tengah mereka. Setiap kali mereka berkumpul ratusan kalimat meluncur dari mulut mereka. Informasi mengenai tugas kuliah, olahraga, seni, hukum, alam, atau trending topic saat ini akan selalu menjadi hal baru yang bisa kita pelajari, setidaknya itu yang saya pribadi rasakan.
Melalui tulisan ini, saya ingin menyampaikan jutaan terimakasih padaNya yang sudah meletakkan diri ini ditengah-tengah kalian, dosen- dosen dan mahasiswa-mahasiswa luar biasa yang senantiasa siap berbagi ilmu di rumah ke-2 kita (read : Fakultas Psikologi). Pak Farid, Bu Luluk, Bu Denok, Bunda Erma, Bu Naila, Pak Lilik, Bu Narmiasih, Prof Harnan, Bu Herrien, Bu Fat, terimakasih untuk semua support yang ada. Terimakasih dengan setia menemani proses belajar kami, baik didalam maupun diluar kelas. Semoga setiap lelah Kalian dalam mendampingi proses belajar kami, diganti dengan kebaikanNya pada setiap langkah Kalian.
Kakak tingkatku, Mbak Envil, Mas Imron, Mbak Isti, Mbak Leni, Papa Adi, Pak Dhe, Mas Misbah, Mas Mimin, Mas Roni, Mas Uzer, Mbak Opiek serta semua kakak tingkat, yang diawal memasuki dunia psikologi, melalui kalianlah aku tertarik akan organisasi fakultas. Terimakasih jajaran pengurus BEM periode 2015-2016, Pak Ketua Rizki Widji Nugroho yang sudah mengijinkan dan memberi saya kesempatan berada pada posisi wakil ketua, diantara wakil-wakil lain yang notabene adalah laki-laki. Tatak dan Pak Pim. Jujur, berada ditengah kalian menjadi salah satu pembelajaran tentang kesetaraan gender yang tidak berkorelasi dengan jenis kelamin. Bekerjasama dengan Pak Ketua, sering debat, berujung candaan menjadikan diri ini sadar, bahwa kita perlu apa yang dinamakan just kidding. Jauh lebih dalam Pak Ketua adalah sosok luar biasa menginspirasi dan tangguh. Pengurus lain Zeni, Mbak Nana, Kurnia, Resita, dan semuanya kalian adalah orang-orang yang sungguh tinggi dalam solidaritas. Fahman dan Rayes, dua orang yang kerap kali diri ini salah menyebut namanya, adalah sosok dengan keunikan tersendiri, bisa diajak berpikir serius bersamaan dengan gila-gilaan. “Ingatkah, kalian permainan yang kerap kita mainkan ketika OSPEK ? Truth Or Dare (TOD)”.
Adik-adik tingkatku, angkatan 2014 dan 2015, selamat kalian berkesempatan menjadi generasi pemimpin yang meneruskan perjuangan sebelumnya. Ian, Nap,  Lutfa, Ima, Kis, Ratna, Pras, Yung, Indra (the best partner in on air, Psikologi FM), Tata, Larasati, Vista, Nad, Luluk, Heny, Yie, serta semua yang belum tersebutkan, bagi diri ini kalian adalah sosok yang penuh akan ide-ide brilliant nan gila. Ide yang terkadang membuat jajaran dekanat, harus pusing untuk bisa mewujudkan konsep yang ada di otak kalian. Bukan niat melepas tanggung jawab, namun kesempatan yang ada saat ini adalah kalian yang memimpin. Aku tidak ingin kalian menghadirkan kejayaan yang dulu kerap diceritakan oleh angkatan-angkatan awal fakultas kita, tidak perlu pula kalian mengikuti cara kami untuk meramaikan sekber dengan kegiatan yang telah lampau. Sentuhlah sekber kita dengan cara kalian, ciptakan goresan dengan sapuan warna yang berbeda untuk angkatan kalian, bangunlah masa kejayaan kalian dengan cara kalian sendiri. Ciptakan ruang-ruang yang kalian perlukan untuk aktualisasi kalian dan FAKULTAS PSIKOLOGI kita. Aku percaya kalian adalah orang yang disiapkan olehNya untuk membuat keajaiban di Psikologi kita.
Selanjutnya, teruntuk adik-adik tingkatku 2016 dan SELANJUTNYA, teruslah belajar dari orang-orang hebat diatas melalui ruang-ruang yang ada. Diva, Tari, Mbak Juna, Hellen, Dhea, Doni serta semuanya. Bersyukurlah kalian menjadi bagian dari orang-orang hebat diatas. Bumbui apa yang telah kalian dapat dari mereka dengan style kalian. Ciptakan kejayaan versi kalian. Yang perlu diingat adalah tidak ada persaingan angkatan diantara kita, karena setiap dari kita menciptakan kejayaan dengan caranya masing-masing.
Pada suatu masa nanti, kita akan dipertemukan di sekber kita yang sudah berlantai dua, adik-adik tingkat kita di masa itu ramai keluar masuk di sekber. Sekber tidak lagi ibarat oase yang krisis akan air, yang sepi peminat, tetapi sudah menjadi ruang yang dipenuhi dengan kegiatan diskusi atau apapun. Pada masa itu nanti setiap dari kita sudah menjadi orang sukses. Sukses dengan cara kita masing-masing. Kita akan mengingat setiap hal yang pernah kita lalui bersama di ruang ini. Bersiap-siaplah… Sampai jumpa pada masa itu. Teruntuk Fakultas Psikologiku. #NovitaNovelis230117

Senin, 16 Januari 2017

Always Love With You…



Hari ini seperti biasanya. Masih di bulan Desember. Bulan yang menjadi penghujung bulan di akhir tahun. Bulan dimana banyak sekali target-target yang harus diselesaikan sebelum menginjak pada tahun berikutya. Bulan yang oleh umat yang beragama lain, begitu mereka tunggu karena pada bulan ini mereka merayakan hari besar mereka. Pada bulan ini pula hampir setiap harinya diwarnai dengan awan yang redup, hembusan angin yang cukup kencang sehingga dinginya bisa menusuk tulang, serta satu lagi yang membuat ini begitu istimewa, yah setidaknya bagi  diri ini sendiri, karena hampir setiap hari diri ini bisa berkencan dengan hujan.
Ya, hujan. Entah mengapa, setiap hujan turun itulah, diri ini semakin jatuh cinta dengan Mu. Mungkin bagi sebagian orang hujan hanyalah sebuah fenomena alam saja. Proses yang dimulai dengan naiknya air laut karena proses penguapan dengan bantuan sinar matahari, lalu menggumpal yang kita kenal dengan awan, lalu kembali turun ke bumi dalam bentuk tetesan-tetesan air dalam jumlah banyak yang disebut hujan. Yah setidaknya begitulah yang diterangkan oleh guru pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ketika masih dibangku sekolah dasar dulu. Namun, bagi diri ini hujan bukan hanya sebuah fenomena alam saja.
Ok, mulanya diri ini tidak begitu menikmati dengan apa yang disebut hujan, tapi diri ini selalu jatuh cinta pada air. Sungai, pantai, laut, air tejun, waduk, atau yang lainnya, yang merupakan tempat bernaungnya air. Sampai akhirnya hujan juga membuat diri ini semakin jatuh cinta padaMU. Hal ini bermula ketika diri ini masih duduk dibangku sekolah menengah pertama. Hari itu hari Sabtu. Hari dimana ekstrakurikuler yang diri ini ikuti, teater sedang mengadakan kegiatan latihan secara rutin. Kegiatan dimulai pukul tiga hingga lima sore. Kala itu memang sedang berlangsung musim hujan. Latihan sudah selesai begitu waktu menunjukkan pukul tujuh belas tepat. Banyak teman-teman laki-laki yang lansung pulang, begitu latihan usai. Namun tidak pada aku dan  teman-teman perempuanku. Kami bersepakat akan menunggu hingga hujan reda, baru Kami akan pulang. Mata ini tidak bisa berhenti melirik jam yang ada di dinding. Sudah pukul tujuh belas lewat dua puluh menit. Sementara aturan yang diterapkan oleh orangtuaku adalah bahwa pukul 18.00 wib semua anggota keluarga sudah harus dirumah, jika memang masih ada keperluan maka harus diantar oleh orangtua. Setidaknya begitulah ucapan ibuku, ketika mengingatkan anak-anaknya. Ingat akan nasihat tersebut akhirnya membuat diri ini memberanikan diri untuk pulang, dengan konsekuesi kehujanan.
Bersentuhan langsung dengan tetesan-tetesan air dari langit itu, ternyata tidaklah seburuk yang ada dalam perkiraan, bahkan semakin sering air itu menyentuh, justru membuat diri semakin merasakan kenyamanan. Saat itu yang terlintas dalam diri ini adalah “mungkin seperti inilah cintaNya pada kita, selalu tercurah dengan derasnya sama halnya seperti air hujan yang turun, mengalir ke bumi, menumbuhkan rumput-rumput, serta pohon-pohon yang menghijau dan rimbun, mengalir kedalam tanah yang semuanya akan sangat dibutuhkan oleh setiap dari ciptaanNya. cintaNya adalah cinta yang tersirat, yang tidak setiap orang mampu menyadarinya. Sejak saat itulah hujan selalu membuat diri ini jatuh cinta. Jatuh cinta dengan caranya mencintai setiap mahlukNya. May be this is not importan for You, but thanks to Your love Gods. #29122016