Sabtu, 03 Desember 2016

Kamu Orang Terpilih, Bersyukurlah !!!



Manusia merupakan satu dari sekian banyak mahluk ciptaanNya yang hidup berdampingan dan saling membutuhkan antar satu dengan yang lain. Manusia dipercaya untuk memiliki logika dan perasaan. Bahkan manusia dipercaya untuk bisa mengelola keduanya dengan harapan bisa dimanfaatkan sebaik mungkin dalam berbagai kondisi dan suasana. Baik suasana positif, maupun suasana negatif. Dalam kondisi siap maupun tidak.
 Puluhan juta atau bahkan lebih jumlah dari manusia di dunia yang diciptakanNya dengan berbagai keistimewaan yang sungguh tidak cukup hanya dijangkau dengan nalar kita. Ada yang istimewa dalam menghitung, olahsuara, gerak dan lagu, olahraga, public speaking, memasak, ilmu kesehatan, pertanian, dan ribuan keahlian lainnya, yang terkadang justru tidak sempat terekplorasi atau lebih jauh lagi tidak disadari, bahkan oleh yang bersangkutan. Lalu bagaimana dengan diri kita? Sudah sadarkah kita dengan keistimewaan kita? Sudahkah keistimewaan itu terekplorasi dengan tepat? Atau justru kita belum menyadari bahwa begitu istimewanya kita ?
Pernah berada dalam kondisi dimintai tolong oleh orang lain? “Maaf, tahu alamat ini?’’, “Apakah kamu tahu cara membuat agar kue tidak bantat?’’, “Bisakah, saya minta tolong untuk mengajarkan saya acara menggunakan alat ini?’’ Atau masih banyak lagi permintaan tolong orang disekitar yang hampir setiap hari kita jumpai. Lalu bagaimana kita merespon berbagai hal diatas? Dengan senang hati membantu, ogah-ogahan karena merasa merepotkan, mengeluh, merasa tertimpa sial, merasa terbebani, menganggap mereka yang bertanya bodoh dan tidak mau berusaha, memilih alasan tertentu sebagai defend untuk menolak secara tersirat atau tersirat, atau senang diawal karena rasa bangga dengan diri sendiri, tapi lama-lama merasa bahwa hal itu merepotkan dan tidak penting?
Sadarkah kita, bahwa permintaan-permintaan kecil seperti hal diatas merupakan contoh yang paling sederhana, yang secara tidak langsung adalah petunjuk bahwa kita adalah orang istimewa. Lihat lebih dalam mereka yang bertanya bukan bodoh, hanya saja mereka juga sedang belajar. Dalam belajar itu terkadang diperlukan adanya pengajar, informan, dan lain sebagainya sebagai media penghantar apa yang diajarkan. Mungkin tidak perlu melihat mereka yang bertanya dulu, mari kita berkaca untuk diri kita sendiri. Pasti kita akan menanyakan sesuatu yang tidak kita mengerti pada orang yang lebih mengerti bukan? Dengan harapan bahwa pertanyaan kita akan terjawab, atau minimal akan ada informasi meski sedikit yang kita terima.
Mungkin kerap luput dari perhatian kita, bahwa melalui orang-orang yang meminta tolong, secara tersirat merupakan media Tuhan menyampaikan salamnya pada kita bahwa kita adalah orang yang Dia percaya untuk memiliki keistimewaan tersebut. Tidak semua bisa seperti kita, segeralah menyadari stimulus-stimulus yang Dia berikan pada kita. Capek? Pasti. Tetapi capek tersebut akan dibayar dengan keistimewaan kita yang semakin berkembang dibanding yang lain. Jangan membiasakan diri mengeluh dengan permintaan tolong mereka, karena bisa saja suatu saat nanti Tuhan justru membuat diri kita memerlukan bantuan dari orang yang pernah meminta pertolongan pada kita. Segeralah menyadari keistimewaan diri, bergegas lakukan eksplorasi,  dan gunakan untuk berbagi. Gunakan keistimewaan tersebut dengan mempergunakannya untuk membantu siapapun yang membutuhkan. Ingatlah, aku, kamu, kita, dan mereka adalah orang yang terpilih. *NovitaNovelis031216

Rabu, 16 November 2016

KONSEKUENSI PILIHAN



Hidup itu dipenuhi akan sebuah pilihan. Kita akan selalu mendapati berbagai pilihan akan suatu hal dalam kehidupan kita. Tidak hanya pilihan dalam skala besar saja, skala kecilpun kerap terjadi. Ok, mari melihat lebih jeli kehidupan kita, lebih tepatnya pilihan dalam hidup kita. Kita akan mulai pada kegiatan kita pada pagi hari. Dimulai bagi kita yang sudah berstatus pekerja. Setelah bangun tidur, kemudian mandi, selanjutnya adalah kita akan memilih pakaian mana yang pas digunakan ke kantor pada hari ini. Mengenakan kemeja polos atau memilih kemeja batik. Setelah itu kita akan memilih menu makanan yang sesuai dengan selera kita. Nasi goreng telur mata sapi dengan segelas air putih, atau segelas susu coklat ditambah dengan sandwich, atau lebih simple  lagi cukup mengawali pagi dengan secangkir kopi panas sebelum memulai kegiatan. Pada lain kesempatan, mungkin kita sedang menaiki motor anda dalam suatu perjalanan ke suatu tempat. Di salah satu pertigaan, ternyata memori kita sedang tidak bagus untuk diajak mengingat tentang jalan-jalan menuju tempat yang kita tuju. Kita dihadapkan untuk jalan lurus, belok kanan, atau belok kiri. Beberapa hal diatas adalah sedikit contoh tentang pilihan-pilihan yang sering bersentuhan dengan kita.  
Tidak hanya berkutat pada hal-hal diatas, namun tidak jarang juga kita harus berhadapan dengan pilihan-pilihan yang cukup membuat otak kita berpikir keras. Saat Tuhan ingin kita bertemu dengan masalah, maka mau tidak mau kita harus berpikir keras tentang jalan keluar dari masalah yang sedang kita hadapi. Pada proses pencarian jalan keluar inilah, tidak sedikit pilihan-pilihan yang bisa kita pilih sebagai jalan keluar dari masalah kita. Masing-masing pilihan menawarkan plus minus, untung rugi yang berbeda-beda.
Pilihan dan konsekuensi. Keduanya bagai dua sejoli yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Selalu beriringan kemanapun tujuanya. Secara umum pilihan ini dapat diartikan sebagai beberapa hal yang bisa kita gunakan, ambil untuk sesuatu. Sementara konsekuensi  adalah akibat yang harus ditanggung, hal yang menjadi akibat karena adanya hal yang kita lakukan sebelumnya. Kita menjatuhkan pilihan, maka konsekuensi akan mengikuti. Begitu seterusnya. Ketika kita siap dengan konsekuensi yang mengikuti pilihan kita, maka tidak masalah. Namun akan berbeda cerita ketika kita hanya sekadar memilih pilihan, tapi keberatan dengan konsekuensi yang mengikuti dibelakangnya. Bukannya mendapat jalan keluar dari masalah kita, tapi kita akan berhadapan dengan masalah baru sebagai hasil dari rasa keberatan kita akan pilihan yang sudah diambil. Tidak hanya itu, tidak menutup kemungkinan kita akan dianggap sebagai orang yang plin plan, tidak tetap pendirian, atau masih banyak lagi yang lainnya.
Memang tidaklah mudah mengambil pilihan. Yang perlu kita ingat dalam menentukan pilihan adalah memahami setiap kelebihan dan kekurangan yang ada pada setiap pilihan. Disini, penulis akan mencoba berbagi tips sebelum menentukan pilihan yang tepat, yaitu :
a.       Siapkan kertas folio, bolpoint, dan penggaris
b.      Bagi menjadi dua kolom, dengan menambahkan garis pada posisi tepat ditengah-tengah
c.       Pada kolom sebelah kanan beri judul positif, sementara pada kolom kiri beri judul negatif
d.      Setelah itu mari menuliskan semua hal  postif, maupun negatif yang akan kita,  orang-orang serta lingkungan  dapatkan apabila kita mengambil pilihan A,B,C, dan seterusnya.
e.       Apabila kita sudah tidak menemukan lagi, maka silahkan menghitung jumlah antara positif dan negatifnya
f.        Selamat bertemu dengan pilihanmu,

Yup, itulah salah satu cara yang bisa kita gunakan untuk menentukan pilihan, yang perlu diingat adalah pilih pilihan yang konsekuensinya bisa kita hadapi. At least,  yang terpenting adalah mari melibatkan Dia dalam proses pengambilan keputusan kita. Berdiskusilah, maka kita akan temukan jawabannya.

#Novelis #161116

Senin, 31 Oktober 2016

Tidak Akan Pentas

“Kita tidak akan pernah pentas. Kita hanya akan latihan. Kita masih dalam tahap gladi kotor. Ketika dipanggung pementasan itupun kita hanya latihan. Kita hanya akan gladi bersih, belum pentas”. Kata-kata itu masih terekam utuh oleh memori saya. Diucapkan oleh pelatih teater saya ketika SMP ( Farid Doel Kamdie). Beliau mengucapkan itu ketika untuk pertama kalinya saya terlibat dalam pementasan yang diadakan pemerintah dalam rangka Porseni. Waw, siapa sangka rangkaian kalimat itu secara tidak langsung mendoktrin saya pribadi untuk terus belajar, untuk tidak cepat puas tentang pencapaian yang sudah ditangan.
Belajar. Berasal dari kata dasar ajar. Secara umum diartikan sebagai suatu upaya untuk dapat melakukan sesuatu. Bagi sebagian besar manusia, kata ini menjadi kewajiban dan keharusan yang harus ada dalam setiap tahapan kehidupan.  Belajar membuat seseorang untuk selalu berada dalam kondisi haus dan lapar akan setiap pengetahuan yang ada. Ketika kita haus dan lapar akan pengetahuan maka kita akan selalu mencari, mencari, dan terus mencari pemuas dari kehausan dan kelaparan yang kita rasakan. Seperti dalam teori Sigmun Freud tentang id, ego, dan superegonya. Dimana id diartikan sebagai dorongan, keinginan yang ada pada seseorang, sementara ego sendiri merupakan pemuas dari dorongan atau keinginan itu sendiri. Selanjutnya superego sendiri bertugas sebagai penentu dari banyaknya ego berdasarkan value yang ada dan berlaku dalam masyarakat.
Jika sudah mengalami hal seperti diatas, lalu dimana kita harus belajar tentang semua dari yang kita perlukan sebagai pemuas semuanya tadi? Diri sendiri, keluarga, sekolah, kampus, agama, atau masyarakat luas? Atau jika diijinkan untuk menyimpulkan beberapa alat pemuas tadi adalah Organisasi. Saya tidak ingin mengintervensi kalian untuk terlibat dalam organisasi, karena hal itu menjadi hak prerogatif kalian untuk memilih terlibat atau tidak pada apa yang disebut organisasi.
Organisasi sendiri berasal dari kata organ, yang bisa kita artikan sebagai bagian-bagian, anggota dari tubuh. Kata ini mendapat akhiran isasi sehingga memiliki arti bagian-bagian yang terkumpul sehingga menjadi suatu kesatuan utuh. Secara umum organisasi diartikan sebagai system kerjasama antara dua orang atau lebih, yang membentuk kerjasama untuk pencapaian tujuan bersama, baik formal maupun informal.
Sebelum melangkah lebih jauh, kembali saya menekankan bahwa tidak ada intervensi disini. Saya hanya ingin berbagi tentang sedikit nilai plus yang saya dapat dari keterlibatan pada organisasi. Ok, mari kita mulai dengan diri sendiri. Entah disadari atau tidak jika dari diri kita sendiri sebernya sudah menerapkan organisasi. Setiap bagian dari anggota tubuh kita membentuk system yang saling bekerjasama satu sama lain. Otak, jantung, alat gerak, serta bagian-bagian lain dari tubuh kita membentuk organisasi sedemikian rupa. Selanjutnya adalah keluarga. Dalam keluarga, keluarga kecil saja, yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak secara langsung mereka akan bekerjasama untuk melakukan tugas masing-masing dan menjalankan perannya dalam keluarga. Orangtua misalnya, memiliki peran sebagai pelindung, pengayom, bertugas memberikan nafkah baik jasmani, maupun rohani yang berbentuk cinta dan kasih sayang. Sementara anak memiliki peran dan tugas untuk tumbuh, berkembang, menghormati serta memberi kebanggaan pada orangtua mereka. Disini apabila kita amati, tugas-tugas atau peran-peran yang dijalankan oleh masing-masing dari anggota keluarga merupakan contoh kecil dari organisasi. Tidak berhenti pada diri sendiri dan keluarga, sekolah, kampus, agama, serta yang lainnya secara tidak langsung adalah contoh bagaimana hidup kita ternyata dipenuhi akan apa itu organisasi.
Sedikit flashback, pada awalnya saya tidak tertarik dengan apa itu organisasi. Kala itu yang saya coba pahami dari diri ini adalah bahwa saya suka bertemu dengan orang banyak dari berbagai kalangan serta berbagai karakter. Berawal dari id untuk bertemu dengan orang banyak inilah, saya mulai mencoba untuk mencari ego untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Mengikuti ektrakurikuler teater, terlibat dalam OSIS dari SMP hingga SMA, menjadi voulenteer yang berkutat pada issue narkoba dan HIV, memaksa diri untuk mau terlibat dalam BEM, jurnalistik mahasiswa, serta memberdayakan diri melalui komunitas yang fokus pada kesetaraan, pendidikan, pluralis, serta difabel. Yup, semua saya lakukan hanya untuk bisa bertemu dengan banyak orang. Namun yang tidak pernah terpikir adalah, secara tidak langsung saya memperoleh banyak hal. Ilmu komunikasi (baik menjadi pendengar maupun pembicara), administrasi, memahami karakter, menjadi event organizer (EO), memperbanyak jaringan, bertemu dengan orang-orang yang luar biasa yang penuh akan inspirasi, memimpin, dipimpin, terpimpin, mengelola emosi, problem solving, semangat kerjasama serta masih banyak lagi hal yang bisa saya peroleh. Semuanya sungguh luar biasa indah dengan balutan cinta dan kasih sayang dari setiap orang yang dijumpai.
Belakangan ini baru saya menyadari bahwa kesemuanya secara tidak langsung menuntut diri untuk terus belajar akan semua yang ada pada lingkup diatas. Tidak berhenti pada teori saja namun juga praktek secara langsung. Melalui organisasi-organisasi diatas, ternyata kebutuhan akan aktualisasi diri (Hierarky Needs Of Maslow) saya merasa tercukupi.

Teruslah belajar melalui apapun dan siapapun yang ada disekitar kita. Jangan anggap remeh atau rendahkan siapapun. Kita tidak akan pernah tahu kekuatan-kekuatan yang ada pada mereka, mungkin  suatu saat nanti, kekuatan itu kita perlukan. Mari terus berproses dan belajar. Perlu diingat, ketika kita berada pada proses yang membuat diri nyaman, kadang membuat kita terlena, sehingga malas untuk melanjutkan proses kita. Jika sudah seperti itu berhati-hatilah. Ini menjadi pertanda bahwa semangat belajar kita sudah mulai harus di charge kembali. Teruslah menggali. Belajar dan berproses tidak akan pernah berhenti. Selesai ditahap satu, tahap dua menanti, dua terlampaui masih ada tiga didepan, begitulah seterusnya.  At least, terimakasih untuk semua yang senantiasa bersedia belajar serta membagi ilmu dan pengetahuan pada saya. Tidak lupa, bertriliyun-triliyun syukur untuk Mu yang telah menghadirkanku ditengah-tengah orang hebat seperti kalian. *NovitaNovelis 301016

Selasa, 27 September 2016

SOCIAL SUPPORT



Pelecehan seksual adalah salah satu dari bentuk kekerasan yang sering dialami oleh anak. Dalam hal ini sebagian besar yang menjadi korban adalah anak-anak remaja perempuan. Ironisnya sebagian besar yang menjadi pelaku adalah orang-orang terdekat korban. Diantaranya, pacar, anggota keluarga, ataupun guru.
 Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, adanya ancaman, adanya bujuk rayu, sampai pada adanya pemberian imbalan menjadi factor eksternal terjadinya pelecehan seksual. Sementara itu factor internal adalah pada ranah keluarga, dimana keluarga yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi anak, justru pada beberapa keluarga komunikasi antara anak dan orangtua dirasa kurang. Kurangnya rasa kepercayaan antara satu sama lain dalam anggota keluarga atau dengan kata lain minimnya keharmonisan yang dimiliki dalam suatu keluarga. Hal ini menyebabkan seorang anak, terlebih remaja akan mencari tempat perlindungan diluar keluarganya, yang dirasa bisa menjadi pemuas kebutuhan akan kasih sayang bagi mereka.
Berharap mendapat  kasih sayang, tempat aman untuk berbagi cerita, tidak sedikit mereka justru mendapat kekerasan. Salahsatunya adalah perlakuan pelecehan seksual yang tidak hanya berdampak pada fisik saja, tetapi juga adanya dampak psikis. Dalam hal ini dampak psikis yang sering muncul pada korban adalah menyalahkan diri, merasa tidak berdaya, malu, cemas, menutup diri, insomnia, fobia, depresi, trauma, psikosomatis.
Tidak berhenti pada dampak fisik dan psikis, namun juga adanya dampak sosial yang harus ditanggung oleh korban dan keluarga.  Disalahkan oleh masyarakat, digunjing, dikucilkan, diminta mengundurkan diri dari sekolah menjadi hal yang harus ditanggung oleh korban. Tidak hanya itu bahkan kurangnya mendapat kebebasan berbuhubungan dengan dunia luar setelah mendapat perlakuan pelecehan seksual.
Minimnya social support dari berbagai pihak membuat anak yang menjadi korban kekerasan seksual seolah-olah sudah tidak memiliki ruang bagi diri mereka sendiri. Semua bergantung pihak-pihak yang berhubungan tanpa mau mengetahui apa yang dirasa, dan menjadi kebutuhan korban.
Mengacu pada Teori Hierarky Maslow (Hierarky Of Maslow) menyatakan bahwa variasi kebutuhan manusia dipandang tersusun dalam bentuk hirarki atau berjenjang. Setiap jenjang kebutuhan dapat dipenuhi hanya jika jenjang sebelumnya telah (relatif) terpuaskan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah :
1.           Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah). Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah, kendaraan dll. Menjadi motif dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi.
2.            Kebutuhan keamanan dan ke-selamatan kerja (Safety Needs) Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan wewenangnya.
3.            Kebutuhan sosial (Social Needs). Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, mening-katkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi.
4.            Kebutuhan akan prestasi atau harga diri (Esteem Needs). Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian. Kebutuhan akan simbul-simbul dalam statusnya se¬seorang serta prestise yang ditampilkannya.
5.           Kebutuhan mempertinggi kapisitas kerja (Self actualization). Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang.
   Dalam situasi diatas salah satu kebutuhan korban adalah motivasi harga diri (self esteem). Ada dua jenis harga diri : 1. Menghargai diri sendiri (self respect) : kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian, dan kebebasan. 2. Mendapat penghargaan dari orang lain (respect from other) : kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, dan status. Dalam hal ini, kita sebagai bagian dari masyarakat bisa ikut dalam berkontribusi bagi mereka. Khususnya pada point dua yaitu adanya perhargaan dari orang lain. Kita bisa ikut terlibat dalam memberikan penghargaan, misalnya dengan cara tetap mau menajadi teman, bukan justru menjauhi. Menjadi tempat yang bisa menjadi sumber informasi bagi mereka, atau bahkan menjadi pendamping (paralegal) atau apapun sesuai kapasitas kita. Hal ini diharapkan berdampak pada peningkatan rasa percaya diri korban. At least, sekecil apapun dukungan kita bagi mereka sangatlah membantu, berapun prosentasenya. (Novita Sari)