Agent of
changes. Kata yang sangat familiar bagi mereka yang menyandang status mahasiswa. Terlebih bagi mereka, mahasiswa pada era 90-an. Di masa-masa itu ketika seseorang menyandang gelar mahasiswa, akan menjadi kebanggan
tersendiri. Bagaimana tidak, kala itu mahasiswa tidak hanya memaknai kuliah
sebagai tempat menuntut ilmu formal saja. Jauh dari itu pendidikan yang lebih real justru mereka
terima dari berbagai organisasi ataupun kegiatan-kegiatan, forum-forum
kemahasiswaan yang mereka ikuti menjadi sarana mewujudkan agent
of changes. Dari berbagai hal yang mereka ikuti itulah tidak
sedikit mahasiswa yang justru bisa mengaktualisasi diri mereka. Mereka akan
membentuk kelompok-kelompok antar kelas, angkatan, jurusan, bahkan lintas
perguruan tinggi yang memiliki visi misi senada dengan mereka. Bahkan, jika dirunut kebelakang rezim Soeharto pun bisa roboh oleh mereka, para mahasiswa.
Ok, abaikan saja rangkaian
kalimat diatas, karena pada dasarnya bukan itu yang ingin saya ungkapkan.
Kenyataan yang paling mendekati dengan dunia mahasiswa saat ini adalah kupu-kupu alias kuliah pulang
kuliah pulang, gadget yang sebenarnya dicipta untuk membuat seseorang
yang memilikinya menjadi lebih banyak mencipta karya, bukan sebaliknya menjadi
diperdaya oleh apa yang mereka sebut dengan gadget itu sendiri. Lebih
miris lagi, bahwa dunia mahasiswa hanya terisi dengan gaya hidup hedonis,
berfoya-foya, atau selfie disetiap saat dengan dalih sarana aktualisasi diri.
Sementara sarana aktualisasi diri yang
sebenarnya melalui ruang-ruang diskusi, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) menjadi tempat yang krisis akan peminat. Atau mungkin
benar apa yang dikatakan oleh adik angkatan saya, “agaknya hanya aku yang tidak
waras, yang mau ikut organisasi”. Mungkin perlu sejenak kita menyempatkan diri
untuk sekadar melongok pada Sekretariat Bersama (Sekber) kita, maka yang
terlihat oleh mata ini adalah dia lagi, orang itu lagi, mereka lagi hingga
muncul kesan mereka adalah orang yang eksklusif, lux, pilih-pilih
dalam berteman. Jauh dari hal itu semua, ketika kita mau sejenak saja
memberikan perhatian kita pada apa yang ada dalam sekber tersebut, akan ada
banyak hal yang kita temukan. Dalam hal yang paling sederhana kita akan
mengenal mahasiswa Psikologi dari berbagai angkatan. Tahapan selanjutnya kita
akan menemukan banyak karakter yang berbeda satu sama lain. Otoriter, lemah
lembut, kasar, sabar, pengertian, gigih, kuat, serta masih banyak lagi yang
lain. Kemudian kita akan menemukan kentalnya aroma persaudaraan diantara
mereka, pekatnya cinta mereka pada fakultas, mereka rela bergiliran menjaga
sekber yang sudah menjadi rumah kedua mereka tatkala hujan lebat datang,
mungkin sekilas terlihat “sok pahlawan”, namun jauh yang ada dalam ingatan
mereka adalah bahwa “ini rumah kita” yang jika bukan kita yang merawat dan
menjaga, lantas siapa yang mau?
Fase terakhir yang akan kita lihat adalah
banyaknya hal yang akan kita pelajari, yang sungguh sangat diperlukan dalam
mengaktulisasikan diri kita. Belajar berorganisasi, belajar memimpin, dipimpin,
berkomunikasi, tehnik lobi, berjejaring, mempelajari rumitnya tata cara
administrasi, berargumen menyampaikan pendapat, menerima saran dan kritik,
serta puluhan juta informasi dan ilmu yang selalu hadir ditengah-tengah mereka.
Setiap kali mereka berkumpul ratusan kalimat meluncur dari mulut mereka.
Informasi mengenai tugas kuliah, olahraga, seni, hukum, alam, atau trending
topic saat ini akan selalu menjadi hal baru yang bisa kita pelajari,
setidaknya itu yang saya pribadi rasakan.
Melalui tulisan ini, saya
ingin menyampaikan jutaan terimakasih padaNya yang sudah meletakkan diri ini
ditengah-tengah kalian, dosen- dosen dan mahasiswa-mahasiswa luar biasa yang
senantiasa siap berbagi ilmu di rumah ke-2 kita (read : Fakultas
Psikologi). Pak Farid, Bu Luluk, Bu Denok, Bunda Erma, Bu Naila, Pak Lilik, Bu
Narmiasih, Prof Harnan, Bu Herrien, Bu Fat, terimakasih untuk semua support
yang ada. Terimakasih dengan setia menemani proses belajar kami, baik didalam
maupun diluar kelas. Semoga setiap lelah Kalian dalam mendampingi proses
belajar kami, diganti dengan kebaikanNya pada setiap langkah Kalian.
Kakak tingkatku, Mbak Envil,
Mas Imron, Mbak Isti, Mbak Leni, Papa Adi, Pak Dhe, Mas Misbah, Mas Mimin, Mas
Roni, Mas Uzer, Mbak Opiek serta semua kakak tingkat, yang diawal memasuki
dunia psikologi, melalui kalianlah aku tertarik akan organisasi fakultas.
Terimakasih jajaran pengurus BEM periode 2015-2016, Pak Ketua Rizki Widji
Nugroho yang sudah mengijinkan dan memberi saya kesempatan berada pada posisi
wakil ketua, diantara wakil-wakil lain yang notabene adalah laki-laki. Tatak
dan Pak Pim. Jujur, berada ditengah kalian menjadi salah satu pembelajaran
tentang kesetaraan gender yang tidak berkorelasi dengan jenis kelamin. Bekerjasama
dengan Pak Ketua, sering debat, berujung candaan menjadikan diri ini sadar,
bahwa kita perlu apa yang dinamakan just kidding. Jauh lebih dalam Pak
Ketua adalah sosok luar biasa menginspirasi dan tangguh. Pengurus lain Zeni,
Mbak Nana, Kurnia, Resita, dan semuanya kalian adalah orang-orang yang sungguh
tinggi dalam solidaritas. Fahman dan Rayes, dua orang yang kerap kali diri ini
salah menyebut namanya, adalah sosok dengan keunikan tersendiri, bisa diajak
berpikir serius bersamaan dengan gila-gilaan. “Ingatkah, kalian permainan yang
kerap kita mainkan ketika OSPEK ? Truth Or Dare (TOD)”.
Adik-adik tingkatku, angkatan
2014 dan 2015, selamat kalian berkesempatan menjadi generasi pemimpin yang
meneruskan perjuangan sebelumnya. Ian, Nap, Lutfa, Ima, Kis, Ratna, Pras, Yung, Indra (the
best partner in on air, Psikologi FM), Tata, Larasati, Vista, Nad, Luluk, Heny,
Yie, serta semua yang belum tersebutkan, bagi diri ini kalian adalah sosok yang
penuh akan ide-ide brilliant nan gila. Ide yang terkadang membuat jajaran
dekanat, harus pusing untuk bisa mewujudkan konsep yang ada di otak kalian. Bukan
niat melepas tanggung jawab, namun kesempatan yang ada saat ini adalah kalian
yang memimpin. Aku tidak ingin kalian menghadirkan kejayaan yang dulu kerap
diceritakan oleh angkatan-angkatan awal fakultas kita, tidak perlu pula kalian
mengikuti cara kami untuk meramaikan sekber dengan kegiatan yang telah lampau.
Sentuhlah sekber kita dengan cara kalian, ciptakan goresan dengan sapuan warna
yang berbeda untuk angkatan kalian, bangunlah masa kejayaan kalian dengan cara
kalian sendiri. Ciptakan ruang-ruang yang kalian perlukan untuk aktualisasi
kalian dan FAKULTAS PSIKOLOGI kita. Aku percaya kalian adalah orang yang
disiapkan olehNya untuk membuat keajaiban di Psikologi kita.
Selanjutnya, teruntuk
adik-adik tingkatku 2016 dan SELANJUTNYA, teruslah belajar dari orang-orang
hebat diatas melalui ruang-ruang yang ada. Diva, Tari, Mbak Juna, Hellen, Dhea,
Doni serta semuanya. Bersyukurlah kalian menjadi bagian dari orang-orang hebat
diatas. Bumbui apa yang telah kalian dapat dari mereka dengan style
kalian. Ciptakan kejayaan versi kalian. Yang perlu diingat adalah tidak ada
persaingan angkatan diantara kita, karena setiap dari kita menciptakan kejayaan
dengan caranya masing-masing.
Pada suatu masa nanti, kita
akan dipertemukan di sekber kita yang sudah berlantai dua, adik-adik tingkat
kita di masa itu ramai keluar masuk di sekber. Sekber tidak lagi ibarat oase yang
krisis akan air, yang sepi peminat, tetapi sudah menjadi ruang yang dipenuhi
dengan kegiatan diskusi atau apapun. Pada masa itu nanti setiap dari kita sudah
menjadi orang sukses. Sukses dengan cara kita masing-masing. Kita akan
mengingat setiap hal yang pernah kita lalui bersama di ruang ini.
Bersiap-siaplah… Sampai jumpa pada masa itu. Teruntuk Fakultas Psikologiku. #NovitaNovelis230117
Uhhhh sadis tulisannya
BalasHapusSadis...gimana Nap ?
Hapus